Penjelasan Singkat Rivalitas Saudi - Iran di Timur Tengah
Oleh : Ahmad Budi Ahda, Lc.
Timur tengah adalah salah satu wilayah yang sarat konflik, negara yang terlibat konflik di wilayah ini nyaris tak terhitung, kekuatan besar dunia juga selalu ikut ambil peran sebagai pedagang dan pemasok senjata bagi pihak yang bertikai (Amerika Serikat, Eropa dan Russia), wilayah ini tak pernah sepi dari konflik sejak awal abad 20, ada seuatu yang menarik disini, yaitu diantara beragam revolusi, perang saudara, dan pemberontakan, selalu saja ada 2 negara yang terlibat, kedua negara tersebut adalah SAUDI ARABIA dan IRAN, mereka adalah rival besar, dengan memahami permusuhan mereka menjadikan kita paham terhadap apa yang sedang terjadi di timur tengah.
Saudi dan Iran secara resmi tidak pernah mendeklarasikan perang satu sama lain, sebagai gantinya mereka memback up, membantu dan mensupport kelompok yang sedang bertikai di negara lain, Seperti ini disebut dengan perang proxy, perang antar negara A dan B berlokasi di Negara C, di iraq, syiria, dan yaman meletus perang saudara yang mana salah satu pihak didukung oleh Saudi sedangkan pihak lain didukung oleh Iran.
Entah Saudi ataupun Iran, melihat perang saudara yang meletus sebagai ancaman akan eksistensi mereka, sekaligus melihat perang saudara ini sebagai peluang untuk menancapkan pengaruh. Persaingan Saudi – Iran adalah persaingan dan perebutan pengaruh akan superioritas wilayah timur tengah, sedangkan Negara yang sedang terlibat perang saudara di dalamnya dipilih sebagai ladang perangnya, persaingan seperti ini disebut dengan PERANG DINGIN.
Perang dingin yang paling terkenal berlangsung selama 40 tahun antara Amerika Serikat melawan Uni Sovyet, Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak pernah mendeklarasikan perang satu sama lain, akan tetapi terlibat perang proy diseluruh penjuru dunia, perang proxy yang paling terkenal antara AS - Uni sovyet adalah perang korea, dan perang vietnam, perang proxy ini terjadi diseluruh dunia saat itu, bahkan saat presiden soekarno lengser dan digantikan soeharto, juga tercium bau bau perang proxy antara uni sovyet di kubu soekarno dan Amerika Serikat di kubu Soeharto.
Mirip seperti Amerika dan Uni Sovyet saat perang dingin yang ingin mengambil alih dominasi seantero dunia, Saudi dan Iran adalah rival berat, perang proxy diantara mereka bukan untuk memperebutkan kekuasaan dan pengaruh dunia, namun berebut dominasi, superioritas dan pengaruh di timur tengah. Untuk memahami rival keduanya, marilah kita tengok sejarah singkat kedua negara ini.
ARAB SAUDI
Di awal tahun 1900an semenanjung arab adalah sebuah wilayah yang didalamnya tinggal beragam suku, saat itu semenanjung arab adalah bagian dari wiayah Kekhilafahan utsmaniayah, setelah perang dunia pertama kekhilafahan utsmaniyah runtuh, runtuhnya kekhilafahan berarti kekosongan kekuasaan (vacuum of power), terjadinya vacuum of power menjadikan suku suku yang ada di semenanjung arab ini berperang satu sama lain berebut mengambil alih kekuasaan. Singkat cerita Salah satu suku yang bernama Al Saud menang dan berhasil menaklukan sebagian besar wiliayah Semenanjung Arab, tahun 1932 suku ini menamai wilayah kekuasaan mereka dengan sebutan Kerajaan Saudi Arabia. 6 tahun kemudian sumber minyak yang sangat besar ditemukan di semenanjung ini, secara instant kerajaan ini menjadi sangat kaya raya, uang dari hasil minyak ini digunakan untuk pembangunan kota, jalan, dan gedung secara massif Saudi juga bersahabat sangat baik dengan Amerika Serikat.
IRAN
Sementara itu di sisi timur seberang teluk persia ada sebuah negara yang mengalami perjalanan dan “cobaan” yang sangat berat, Negara ini adalah Iran, sama seperti Saudi, Iran juga memiliki cadangan minyak yang cukup besar bahkan memiliki populasi muslim yang lebih besar dari Saudi, akan tetapi intervensi dunia luar yang terus menerus menimbulkan chaos dalam Negara ini, sejak abad 18 Iran diinvasi dua kali oleh Russia dan Inggis, (Russia tahun 1800an dan Inggris tahun 1907, di tahun 1941 Russia dan Inggris menginvasi secara bersamaaan dua belahan iran yang berbeda)
Tahun 1953 secara sembunyi Amerika Serikat merancang kudeta, melengserkan perdana mentri yang sangat popler kala itu yaitu Mohammad Mosaddegh, sebagai gantinya Amerika menempatkan Syah Reza sebagai pucuk penguasa monarki Iran yang secara agresif mereformasi Iran menjadi negara sekuler yang sangat pro Amerika Serikat, bahkan saking dekatnya dengan AS, iran diberikan pesawat tempur paling canggih saat itu yaitu F 14 Tomcat, Iran adalah SATU SATUNYA negara diluar AS yang mengoperasikan F-14 Tomcat, akan tetapi pemerintahan Syah Reza berlabuh pada korupsi dan sering menteror warga yang tidak pro terhadap kebijakannya.
F - 14 Milik Iran
Pada tahun 70an entah Saudi ataupun Iran ekonominya sama sama bertumpu pada minyak bumi, pemerintah kedua negara juga di backing oleh Amerika Serikat, akan tetapi feeling yang dirasakan oleh penduduk kedua negara terhadap pemerintahnya sangatlah berbeda, rakyat Iran merasa tertekan oleh pemerintahan Syah Reza, akan tetapi rakyat Saudi sangat sangat patuh dan menaruh hormat yang tinggi kepada kerajaan.
Karena Syah reza bertindak sebagai tangan besi, akhirnya di akhir dekade 70an tepatnya di tahun 1979 rakyat Iran balik melawan Syah Reza, mereka melancarkan revolusi yang dikenal dengan Revolusi Islam Iran yang dipimpin oleh Ayatollah Khomaeni. Revolusi ini berhasil menyingkirkan Syah Reza dan mendirikan Republik Islam Iran, pasca revolusi ketegangan sesungguhnya antara Arab Saudi dan Iran dimulai.
Ayatollah khomaeni adalah seorang ulama syiah yang berkampanye melawan monarki sekuler pro barat, Ayatollah memberikan solusi sebuah pemerintahan Islam yang dipimpin oleh tokoh agama islam, ditahun 1979 dia memimpin revolusi yang mendapat tanggapan dunia internasional secara massif khususnya Saudi Arabia.
Revolusi Iran membuat pemerintahan Saudi Arabia ketakutan, Saudi takut jika Ayatollah Khomaeni menginspirasi penduduk Saudi untuk bangkit melawan kerajaan, selain ancaman revolusi ada juga ancaman lain yang berbau agama, sampai saat ini Saudi Arabia mengklaim sebagai pemimpin negara muslim dunia, itu karena 2 tempat suci umat islam yaitu makkah dan madinah berada di wilayah saudi arabia, akan tetapi khomaeni juga mengklaim revolusinya yang sangat populer menjadikan iran sebagai negara islam yang sah, ancaman lain yang juga populer bahkan menjadi “booster” bagi rivalitas keduanya adalah kedua negara menganut ideologi yang berbeda, saudi arabia adalah sunni, sedangkan iran adalah syiah, yang dimana sejak kelahiran syiah selalu memiliki sejarah rivalitas dengan sunni.
foto besar Ayatollah Khomaeni Saat Revolusi Iran 1979
Setelah revolusi Iran berhasil, Saudi merasa takut karena ternyata Iran juga bermaksud mengekspor revolusinya ke berbagai negara di timur tengah dengan cara mensupport banyak militan di negara timur tengah yang memiliki keterikatan ideologi syiah dengan iran untuk melengserkan kekuasaan di iraq, afghanistan, dan saudi arabia, atas ancaman ini saudi mengambil langkah serius untuk mempertahankan diri dari iran, cara yang ditempuh adalah dengan memperkuat relasi dengan Amerika Serikat dan mempelopori pendirian GCC (Gulf Cooperation Council) dewan kerjasama teluk, sebuah perserikatan negara negara sunni.
Pada September tahun 1980 Iraq dibawah kepemimpinan Saddam Husein menyerang Iran, Saddam bermaksud menghentikan revolusi Iran, mengambil alih kekuasaan, dan mencaplok beberapa sumur minyak Iran, tapi invasi ini mengalami jalan buntu dengan dilakukannya taktik perang parit oleh iran, dan penggunaan senjata kimia, korban jiwa yang sangat besar jatuh dari pihak sipil, saat iran memperlihatkan tanda tanda kemenangan, Saudi Arabia panik kemudian datang membantu Iraq, Saudi mengirimkan uang, senjata, dan bantuan logistik untuk pasukan Iraq, bantuan Saudi memungkinkan Iraq bertempur melawan Iran selama 8 tahun atau sampai tahun 1988, Iran kemudian menyalahkan Saudi atas keterlibatan Saudi dalam perang dan merekapun mulai bermusuhan.
15 tahun kemudian, Iraq menjadi arena perang proy antara Saudi dan Iran, tahun 2003 Amerika Serikat menginvasi iraq dan melengserkan pemerintahan Saddam Husein, setelah Saddam Lengser terjadi kekosongan kekuasaan yang dimana terjadi perang saudara di Iraq untuk memperebutkan kekuasaan antara militan sunni dan syiah. Militan syiah dibacking oleh iran, sedangkan militan sunni dibacking oleh Arab Saudi. Iraq akhirnya menjadi ladang pertempuran proxy antara Iran dan Saudi.
Tren seperti ini berkelanjutan saat terjadi Arab Spring, sebuah demonstrasi yang meluas menentang pemimpin yang berkuasa puluhan tahun, dimulai dari Mesir yang berhasil menjatuhkan kekuasaan presiden Husni Mubarak kemudian menjalar ke berbagai Negara Arab, moment Arab Spring menimbulkan konsekwensi yang berbeda antara Arab Saudi dan Iran, Arab Saudi adalah sebuah kerajaan yang pro status quo, menginginkan kestabilan pemerintahan, dan tidak menginginkan adanya protes apalagi demonstrasi menentang penguasa, berbeda dengan Iran, Iran adalah sebuah negara anti status quo yang ganas, sangat anti dengan pemerintahan diktator yang terlalu kuat dan lama berkuasa, apalagi pro barat. Saudi pro status quo karena takut jika Arab Spring semakin meluas dan berimbas ke Saudi, sementara iran anti status quo karena memiliki sejarah revolusi tahun 1979 yang sukses melahirkan Republik Islam Iran.
Arab Spring
searah jarum jam : beberapa demonstrasi besar menentang penguasa
mesir, tunis, yaman, dan syiria
Masing masing dari Iran dan Saudi mengirimkan dukungannya terhadap pihak pihak yang bertikai di seantero timur tengah, persis seperti kejadian di iraq, saudi mengirimkan pasukan dan bantuan persenjataan serta logistik untuk kelompok militer sunni, sedangkan iran membancking kelompok militan syiah. Sebagai contoh di tunisia Saudi membacking penguasa sedangkan iran memback up demonstran, di Bahrain Iran mendukung syiah yang mencari jalan untuk melengserkan penguasa, sedangkan saudi mengirim bala bantuan untuk membacking penguasa setempat, keduanya (saudi dan iran) juga terlibat di libiya, maroko, dan lebanon.
Saat Saudi dan Iran melakukan tekanan dan tindakan ikut campur yang berelebihan negara negara tersebut akhirnya runtuh, beberapa waktu lalu permusuhan antar keduanya berlangsung lebih sengit saat keduanya secara jelas dan terang terangan mengirim militer ke yaman, di yaman pasukan militer saudi membantu pemerintah setempat bertempur melawan pemberontak houthi yang merupakan tentara proxy Iran.
Di syiria justru sebaliknya, di syiria Saudilah yang justru membantu pasukan pemberontak sedangkan Iran berdiri bersama Bassar El Assad meladeni pasukan proxy saudi yang berusaha melengserkan kekuasaan assad
Semakin banyak perang saudara yang pecah di timur tengah, semakin keduanya terlibat di dalamnya, entah saudi ataupun iran, keduanya tidak menginginkan adanya perang, akan tetapi perang saudara yang terjadi di beberapa negara tersebut membuat keadaan yang tidak pernah bisa diprediksi oleh siapapun, Saudi dan Iran keduanya sama sama merasa terancam dan bahaya, sama sama saling menyalahkan satu sama lain, ketegangan ini entah akan berlanjut sampai kapan.
Jika anda merasa tulisan ini bagus dan bermanfaat, tidakkah anda berpikir untuk membagikan tulisan ini kepada teman teman anda? saya rasa mereka juga akan mendapatkan manfaat serta menyukai tulisan ini, berbagi ilmu dan manfaat tentunya sebuah perbuatan terpuji dan amal jariyah.
Saya yakin anda pasti tertarik dengan buku buku yang kami tulis, beberapa buku yang kami tulis bisa dilihat disini -> Buku Buku Best Seller Kami
Ustadz bagaimana pnjelasan konflik libya mesir turkey?
ReplyDelete