Problematika Zakat Pertanian
Oleh : Ahmad Budi Ahda, Lc.
Kali ini kita akan mengurai sebuah permasalahan riil di lapangan terkait zakat pertanian, perlu diketahui bahwa zakat pertanian dikeluarkan TIAP PANEN, jika pengairan, pupuk, tenaga, mengeluarkan biaya (beli) maka zakatnya adalah 5 persen (seperduapuluh), wajib dikeluarkan jika hasil panen minimal 5 wasaq = 653Kg beras (bukan gabah) gabahnya sekitar 1200 Kg. 1,2 ton
Itu artinya jika petani panen dan sawahnya menghasilkan minimal 1,2 ton gabah, maka wajib zakat 5 persen dari 1,2 ton , adapun jika panen dan hasilnya dibawah 1,2 ton maka TIDAK WAJIB ZAKAT.
dan jika sawahnya menghasilkan 20 ton gabah, maka zakatnya adalah 1 ton gabah. 1 ton itu wajib diberikan kepada yang berhak menerima zakat. dalam beberapa kasus ada banyak juragan sawah yang panennya sampai ratusan ton, bisa dihitung sendiri berapa TON gabah yang seharusnya beliau keluarkan untuk zakat
PERMASALAHANNYA DISINI.
Para petani itu tidak semua lahan mlik sendiri, ada yang lahannya hasil sewa, (bukan paroan sawah tapi murni sewa, jika gagal panen ya tetap harus bayar uang sewa lahan), selain sewa mereka juga bayar buruh tani, beli pupuk, beli pestisida, bayar mesin pemanen, beli bibit, memberi makan buruh tani, ada se abreg biaya yang harus dikeluarkan.
Hasil panen itu tidak menentu, kadang bagus padi padinya maka hasilnya bisa banyak, namun kadang jika ada kendala seperti hama atau kendala lain hasilnya bisa sangat buruk, banyak pula padi yang tanpa isi.
Pertanyaan :
jika petani panen, hasil panennya sudah sampai nishab, namun setelah dijual antara pengeluaran dan penghasilan lebih besar pengeluaran, APAKAH MASIH WAJIB ZAKAT?
contoh : Pak Alex menghabiskan biaya sampai 50 juta untuk keperluan tanam hingga panen, dan saat panen, hasilnya 10 ton (sudah wajib zakat) namun hasil 10 ton ini sangat jauh dari hasil modal yang dikeluarkan pak alex. (10 ton saat ini sakitar = 37juta jika dijual dengan asumsi harga gabah perkilo 3700 rupiah) PAK ALEX MASIH RUGI 13 JUTA
Apakah pak alex yang sudah rugi 13 juta ini wajib mengeluarkan 500Kg untuk zakat (5 persen dari 10 ton) ? karena hasil panennya mencapai nishab?
fokus permasalahan bukan zakat yang tanahnay sewa, tapi cost pertanian yang lebih tinggi dari hasil panen. karena ada yang lahan milik sendiri namun costnya lebih tinggi dari hasil panen.
Jawaban
Jika berpedoman kepada fiqh klasik, khususnya fiqih syafi’ie yang dipelajari di indonesia, maka pak Alex terkena wajib zakat. dan jika pak alex terkena wajib zakat maka ada 2 hal yang menjadi perhatian khusus
- Tidak adanya keadilan syariat islam untuk beliau, beliau sudah rugi kenapa harus bertambah kerugiannya?
- Petani lain akan semakin “il feel” dengan syariat islam, semakin acuh dengan zakat, jangankan saat rugi, saat untung saja mereka para petani itu jarang ada yang mau bayar zakat, saat mereka tahu bahwa rugi juga wajib zakat, mereka akan semakin cuek bebex dan sama sekali tak akan peduli dengan zakat pertanian
2 hal diatas bertentangan dengan dakwah islam, dakwah itu mengajak, jika produk dari dakwah justru menjauhkan petani dari syariat, yang seperti itu disebut berlawanan dengan tujuan dakwah itu sendiri, berarti ada yang kurang tepat dalam kajian penetapan suatu hukum.
Berkaca dari 2 fakta diatas, ulama di Dar Ifta Mesir TIDAK mengambil pendapat jumhur ulama yang mewajibkan zakat, dalam kondisi seperti yang dialami Pak Alex para ulama darul ifta' mencari pendapat lain yang membolehkan seseorang tidak berzakat , dan ketemulah madzhab Imam Ahmad yang berpendapat bahwa dalam keadaan merugi tidak wajib zakat pertanian. Bahkan dalam madzhab Imam Ahmad padi tidak termasuk hasil pertanian yang wajib dizakati.
Dengan beralih kepada madzhab Imam Ahmad saat situasi dan kondisi seperti diatas terjadi, maka pak alex mendapatkan keadilannya, dan masyarakat menilai bahwa syariat islam sangat ramah dan sesuai dengan kondisi umatnya.
Pertanyaan :
jika hasil panen untung, namun ikut pendapat imam Imam Ahmad yang berpendapat padi tidak wajib zakat, apakah boleh?
Jawab :
BOLEH, dengan syarat :
- Daerah tersebut memang penganut madzhab Imam Ahmad
- Jika daerah tersebut bukan penganut madzhab Imam Ahmad, maka harus mendapat persetujuan dari Mufti daerah tersebut, karena mufti memiliki pertimbangan saat mengeluarkan fatwa.
Jika anda merasa tulisan ini bagus dan bermanfaat, tidakkah anda berpikir untuk membagikan tulisan ini kepada teman teman anda? saya rasa mereka juga akan mendapatkan manfaat serta menyukai tulisan ini, berbagi ilmu dan manfaat tentunya sebuah perbuatan terpuji dan amal jariyah.
Saya yakin anda pasti tertarik dengan buku buku yang kami tulis, beberapa buku yang kami tulis bisa dilihat disini -> : Buku Buku Best Seller Kami
Sangat bagus ustadz syukran penverahanya dulu ana njelaskan dianak2 cuma yang madzhab syafii hehehe. Masih mentah jadinya
ReplyDelete